Dayak Hibun di Sanggau Kembali Gelar Ritual Mpokan Podagi Aba Buwo Panglima Muda Kuala Rambai




TAYAN HULU, SANGGAU  - Sama seperti Masyarakat Adat Hibun dibeberapa kampung lainnya, Masyarakat Adat Hibun ompu Hamba atau kampung Rambai juga melaksanakan upacara adat di pedagi peguno kampung Rambai, masyarakat adat di kampung ini melaksanakan upacara mpokang atau bepontei kone pedagi, di Pedagi Aba Buwo ompu Hamba atau kampung Rambai pada Kamis 27/04/2023.


Adapun warga yang mengikuti upacara mpokang pedagi Aba Buwo ini adalah warga dari beberapa kampung seperti Rambai, Ogeng dan kampung Pagong.


Mereka yang mengikuti upacara Mpokang Pedagi ini rata-rata memiliki garis keturunan dari leluhur pedagi ini yaitu Aba Buwo yang terkenal pada masa hidupnya dengan gelar Plimo Mudo Nongu Hamba atau dalam bahasa Indonesia berarti Panglima Muda Kuala Rambai.


Warga ini datang dengan membawa masing-masing hasil pertanian berupa beras, ketan,  lemang, ayam, telur ayam kampung serta olahan makanan khusus untuk acara ritual adat yang terbuat dari tepung beras dan ketan, serta peraga ritual adat lainnya.


Selain membawa hasil pertanian yang sudah diolah menjadi makanan sebagai bahan untuk bepontei kone pedagi, tidak lupa juga warga membawa benih padi, ketan serta benih sayur agar diberkati oleh Penompo atau Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara shiyoang pedagi atau roh para leluhur.


Menurut kepercayaan masyarakat setempat,  pedagi ini sebagai tempat atau wadah untuk shiyoang atau roh dari leluhur masyarakat setempat datang ke bumi untuk mendengarkan dan meneruskan doa dan keluh-kesah dari anak-cucunya kepada Penompo atau Tuhan Yang Maha Esa.


Aba Buwo atau Plimo Mudo Nongu Hamba semasa hidupnya adalah seorang Bohiang Tilik, yaitu dukun atau orang sakti yang bisa memasuki alam gaib dan berbicara dengan makluk halus kapanpun dan dimanapun.


Menurut cerita yang berkembang di sekitar masyarakat setempat, setelah meninggalkan raganya sebagai manusia, Aba Buwo atau Plimo Mudo Nongu Hamba berpesan melalui mimpi kepada anak cucunya, agar di buatkan patung pedagi sebagai raga pengganti untuk shiyoangnya ketika dipanggil untuk datang mendengarkan keluh-kesah anak cucunya dan warga kampung yang membutuhkan pertolongannya.


Begitu banyak cerita lisan yang beredar di kalangan masyarakat kampung rambai bahkan beberapa kampung lainnya di wilayah Hibun, yang mengakui kesaktian dari Aba Buwo, untuk menjadi perantara atau ntaho dalam bahasa Hibun. Ntaho antara manusia dengan Tuhan atau Penompo, ketika warga menyampaikan niat dalam hal sakit dan lain-lain.


Kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama dengan semangat gotong royong ini, dengan tujuan bersama yaitu merawat, menjaga dan melestarikan Situs Pedagi Peguno sebagai ntaho atau perantara untuk menyampaikan doa-doa kepada Penompo melalui shiyoang atau roh para leluhur.


Upacara Mpokang pedagi ini rutin setiap tahun dilaksanakan selepas masa panen padi masyarakat adat sub suku Hibun yang mendiami kampung Rambai, dusun Kedian. Kegiatan ritual adat ini sebagai bentuk upacara syukur atas hasil panen padi dari hasil pertanian berupa ladang mungguk dan sawah serta hasil-hasil bertani lainnya.


Kegiatan ini juga sebagai bentuk penghormatan masyarakat adat diwilayah ini kepada Penompo atau Tuhan serta kepada para Leluhur masyarakat adat berupa Pedagi Peguno, untuk tujuan mengharmonisasikan manusia dengan leluhur dan alam.


Menurut penjelasan dari Pemuntuwh Adat kampung Pk Matheus Ahai, kegiatan ini adalah sebagai bentuk balas niat atau bersyukur kepada Penompo atau Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil panen dari ladang, sawah serta hasil pertanian lainnya.


"Kegiatan hari ini adalah kegiatan mpokang atau ncupo pedagi, dengan tujuan bersyukur kepada Penompo atas pemberiannya berupa hasil ladang bawas yang kami kelola" sampai Pk Matheus Ahai


Selain mempersembahkan hasil-hasil pertanian dan peternakan kepada Penompo Dato serta kepada shiyoang para leluhur di pedagi ini, masyarakat Adat diwilayah ini juga sangat menghormati sesama ciptaan, baik yang terlihat maupun yang tidak kelihatan.


Sebagai bentuk hormat kepada sesama ciptaan yaitu Mutn atau Hantu yaitu mahluk halus penunggu Pula, Kabut dan Sungi. Warga membuat Hancok dari bambu yang di bentuk menyerupai piring dengan bentuk persegi empat.


Hancok ini berisikan nasi di cetak bentuk kerucut kecil diwarnai dengan tiga atau tujuh warna dangan pewarna alami dari dedaunan, kunyit, kapur sirih dan arang. Selain nasi, di dalam hancok ini juga di isi mpang makang (umpan makanan) seperti hati dan ampela hewan kurban, telur ayam kampung yang sudah direbus, darah ayam mentah dan yang sudah di masak, kemudian ada topou muntei yang diisi minuman tuak dan air putih.


Hancok ini di pasang dengan cara digantung di tempat upacara mpokang pedagi, di sungai dan di bagian timur, barat, utara, selatan tempat upacara.


Hancok ini berfungsi sebagai Phadak atau Peradat sanggah parang manusia kepada Mutn penunggu Pula  kabut dan air atau sungai, agar Mutn yang ada disekitar tempat kegiatan tidak menggangu pekerjaan manusia melaksanakan upacara mpokang pedagi tersebut.


Bersamaan dengan pemasangan hancok, ditabur juga ncahu, ncahu ini juga sebagai mpang makang mutn yaitu makanan hantu yang diramu dari bulu hewan kurban, kulit mulut, kulit kaki, bulu ekor, kemudian di campur nasi dan telur ayam dan diberi kuah dengan sedikit tuak.


Inti dari kegiatan upacara adat ini adalah upacara syukur atau Balas Niat atau Molah Niak ompu dalam bahasa setempat, yaitu ritual yang mempersembahkan hasil alam dari pengolahan lahan pertanian, serta pemeliharaan hewan ternak yang di niatkan tahun lalu sehingga diberi kemudahan dalam pengelolaan dan pemeliharaannya.


Sebagai Juru Pomoang kali ini adalah Pak Matheus Ahai dan Yoakin Akin.


Setelah ritual adat selesai di laksanakan, pengatowh pedagi atau juru kunci pedagi peguno ini mengumumkan pantangan-pantangan yang harus di patuhi selama 4 hari.


Berikut beberapa pantangan yang di sampaikan oleh Pengatowh Pedagi ialah : Larangan kepada warga untuk tidak melakukan aktifitas disekitar pedagi Aba Buwo, larangan untuk memetik atau membuat layu tumbuh-tumbuhan, larangan untuk memakan kuha muhang atau jamur bulan yaitu jamur yang tumbuhnya pada bulan-bulan tertentu, larangan untuk memakan secara sengaja sifat pakis dan rebung.


Diliput Oleh : Hendrikus Hendi

Older Posts
Newer Posts
firmus bambang
firmus bambang Berlakulah adil dalam setiap perbuatan

Post a Comment

Ads Single Post 4